Ads

Thursday 13 August 2015

UANG DAN PERANANNYA DALAM PEREKONOMIAN

Artikel Ini adalah INISIASI 1 dari Materi Kuliah Ekonomi Moenter, untuk download versi document word sudah saya posting di SINI (klick untuk download word document), Sedang postingan berikut untuk memudahkan bagi pengguna ponsel sederhana, tanpa perlu download dan ekstrak.

UANG DAN PERANANNYA DALAM PEREKONOMIAN

Perekonomian Barter dan Perekonomian Uang


Perdagangan telah dijalankan oleh berbagai masyarakat sejak masa lalu hingga masa kini. Berdasarkan sifatnya perekonomian dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu perekonomian barter dan perekonomian uang. Perekonomian barter adalah suatu sistem kegiatan ekonomi masyarakat yang kegiatan produksi dan perdagangannya masih sangat sederhana. Dalam sistm barter, kegiatan tukar menukar masih terbatas, dan jual-beli dilakukan dengan saling mempertukarkan barang (barter), yaitu barang ditukarkan dengan barang lainnya secara langsung.


Oleh karena sistem barter terbukti tidak efisien, maka digunakan sistem perekonomian uang. Perekonomian uang adalah perekonomian yang sudah menggunakan uang sebagai alat tukar dalam kegiatan perdagangan. Saat ini, semua Negara di dunia menggunakan perekonomian uang. Semakin modern suatu negara, semakin penting peranan uang dalam mendorong kegiatan perdagangan. Sejak berabad-abad yang lalu masyarakat telah menyadari manfaat atau fungsi uang. Peranan uang sangat penting dalam melancarkan kegiatan perdagangan.  Tanpa uang kegiatana perdagangan menjadi sangat terbatas dan spesialisasi tidak dapat berkembang. Dengan mempelajari sistem barter, akan semakkin tampak pentingnya uang.

Beberapa kelemahan sistem barter dapat diuraikan sebagai berikut, (a) Perekonomian Barter Memerlikan Kehendak Ganda yang Selaras. Kehendak ganda yang selaras adalah keinginan memiliki barang oleh tiap pihak melalui pertukaran barang yang diinginkan oleh pihak lain.

Sebagai contoh, Bu Karti ingin menukar baju yang dibuatnya dengan beras. Kebutuhan Pak Achmad mempunyai beras dari hasil sawahnya, dan ingin mencari baju seperti yang dibuat Bu Karti. Keadaan seperti itu memungkinkan berlakunya tukar menukar atau barter antara Bu arti dan Pak Achmad. Akan tetapi keadaan seperti itu tidak selalu berlaku. Bu Karti tidak dapat memperoleh beras apabila Pak Achmad tidak menginginkan baju. Sebaliknya, Pak Achmad tidak dapat menukar berasnya dengan Bu Karti karena ia hanya mempunyai baju untuk ditukarkan. Dengan kenyataan, kebutuhan Bu Karti atau Pak Achmad atau setiap orang tidak terbatas pada satu macam barang, melainkan berbagai macam barang.

(b) Dalam Perekonomian Barter Penentuan Harga Sulit Dilakukan. Melalui uang, nilai barang dapat ditentukan dalam bentuk harga.

Contohnya, harga satu kilogram beras Rp 1.000,00, harga seekor ayam Rp 2.500,00, dan harga sepotong baju Rp 15.000,00. Dari harga-harga tersebut dapat ditentukan perbandingan nilai antara satu barang dengan barang lainnya. Dari contoh tersebut menunjukkan bahwa nilai 1 potong baju = 6 ekor ayam = 15 kg beras.

Dalam perekonomian barter cara menentukan harga dengan menggunakan satuan uang tidak dapat dilakukan. Nilai pertukaran suatu barang dengan berbagai barang lain harus dibuat, seperti contoh di atas. Dalam contoh, harga baju dinilai berdasarkan jumlah ayam dan beras. Cara ini akan menyulitkan kegiatan tukar menukar dan perdagangan.

(c) Perekonomian Barter Membatasi Pilihan Pembeli. Dalam sistem barter, setiap orang terikat pada syarat yang ditentukan para pihak yang menginginkan barang.

Sebagai contoh, seorang petani ingin menjual sebagian padinya. Pada mulanya ia ingin menukar sebanyak 100 kg saja. Tetapi pihak yang memerlukan padi mempunyai sapi dan ia menginginkan 1.000 kg padi. Pilihan bagi petani adalah membatalkan menukar padinya atau menukarkan 1.000 kg padinya dengan sapi. Dalam perekonomian uang kedua keadaan itu tidak perlu terjadi, karena petani tersebut dapat dengan mudah menjual 100 kg padi. Uang dari penjualan tersebut dapat disimpan atau dibelikan barang lain yang diinginkan.

(d) Perekonomian Barter Menulitkan Pembayaran Masa Depan. Dalam perekonomian uang, dapat dilakukan penjualan secara kredit melalui perjanjian. Dalam perjanjian, nilai kredit dinyatakan dalam mata uang yang digunakan. Dalam sistem barter, penjualan kredit pun akan dibayar dalam bentuk barang. Akan tetapi, hal ini menyulitkan perdagangan karena (1) timbul masalah untuk menentukan jenis barang yang akan digunakan untuk pembayaran dan (2) harus dibuat perjanjian mengenai mutu barang yang akan digunakan sebagai pembayaran.

(e) Dalam perekonomian barter sulit menyimpan kekayaan. Dalam perekonomian modern kekayaan disimpan dalam bentuk uang atau harta yang bersifat uang, misalnya saham, deposito, dan tabungan di bank. Dalam perekonomian barter menyimpan kekayaan sulit dilakukan. Kekayaan harus disimpan dalam bentuk barang seperti rumah, ternak peliharaan, emas, dan perhiasan lain, atau tanah. Kekayaan seperti itu memerlukan tempat dan biaya penyimpanan atau biaya pemeliharaan. Dalam perekonomian uang, masyarakat mempunyai pilihan yang lebih banyak dalam menyimpan kekayaannya, dan tidak perlu seluruhnya dalam bentuk barang.

Selanjutnya tentang Definisi dan Kriteria Uang, klik Halaman 2

Definisi dan Kriteria Uang

Dari contoh kesulitan-kesulitan di atas, dapat kita simpulkan bahwa uang diciptakan dengan tujuan untuk melancarkan kegiatan tukar menukar dan perdagangan. Dengan demikian, uang didefinisikan sebagai segala sesuatu (benda) yang diterima oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar menukar atau perdagangan. Dalam definisi ini, kata “diterima” berarti disepakati masyarakat sebagai alat perantara dalam kegiatan tukar menukar. Agar masyarakat menerima dan menyetujui penggunaan sesuatu benda sebagai uang, benda itu haruslah memenuhi beberapa kriteria (syarat) sebagai berikut:

  1. Diterima Umum. Masyarakat menerima uang karena uang berfungsi sebagai alat pertukaran barang atau jasa. Bagi masyarakat, fungsi uang tersebut sangat bermanfaat dibandingkan dengan sistem barter.

  2. Nilainya Tidak mengalami Perubahan dari waktu ke waktu. Sebagai alat tukar, uang mempunyai nilai yang perlu dijaga agar tetap stabil. Nilai uang boleh saja berubah, namun fluktuasinya (besar kecilnya nilai perubahan) adalah kecil. Apabila niali uang tidak stabil, uang tidak akan diterima secara umum, karena masyarakat akan menyimpan kekayaannya dalam bentuk barang-barang yang nilainya stabil.

  3. Mudah Dibawa. Uang mudah dibawa untuk urusan setiap hari. Bahkan transaksi dalam jumlah besar sekalipun dapat dilakukan dengan uang dalam jumlah (secara fisik) yang sedikit sehingga mudah dan aman dibawa.

  4. Mudah Disimpan Tanpa Mengurangi Nilainya. Uang mudah disimpan dengan aman tanpa mengurangi nilainya.

  5. Tahan Lama. Setiap hari uang selalu berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Semakin kecil nilai nominal uang (nilai yang tertera di lembaran uang), semakin sering uang itu berpindah tangan. Agar tidak mudah rusak, uang dibuat dari bahan kertas yang cukup ulet dan kuat, atau dari bahan logam.

  6. Jumlahnya Tidak Berlebihan. Jumlah uang yang beredar seharusnya tidak berlebihan agar nilainya tidak turun. Maka, jumlah uang yang beredar haruslah mencukupi kebutuhan perekonomian (dunia usaha). Jika persediaan uang tidak cukup untuk mengimbangi kegiatan usaha, perdagangan akan macet. Hal ini menyebabkan pertukaran akan kembali pada perekonomian barter, yaitu barang ditukar dengan barang lainnya secara langsung. Oleh karena itu, bank Sentral sebagai instansi yang menciptakan uang haruslah mampu melihat perkembangan perekonomian. Bank Sentral harus mampu menyediakan uang yang cukup bagi perekonomian. Sebaliknya, Bank Sentral harus mengurangi jumlah uang yang beredar jika uang yang beredar terlalu banyak dibandingkan dengan kegiatan perekonomian.

  7. Terdiri Atas Berbagai Nilai Nominal. Uang digunakan untuk memperlancar berbagai transaksi, baik dalam jumlah besar maupun kecil. Oleh karena itu, uang dicetak dalam berbagai nilai nominal agar mencukupi dan memperlancar transaksi jual-beli tersebut.

Fungsi Uang

Uang memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.

  • Sebagai alat Perantaraan Untuk Tukar Menukar (Alat Tukar).

Jika seseorang memiliki banyak uang, ia dapat menukarkannya dengan barang-barang yang diinginkan. Dengan adanya uang, kegiatan tukar menukar semakin lancer. Uang telah memungkinkan seseorang memperoleh barang yang diinginkan hanya dengan cara menemukan orang yang memiliki barang tersebut. Penjual barang dapat membelanjakan uangnya untuk membeli barang yang diperlukan orang lain. Jadi, dengan menggunakan uang dalam kegiatan tukar menukar maka waktu untuk melakukan kegiatan tersebut dapat dipersingkat, tenaga dihemat, dan kegiatan tukar menukar menjadi lebih sederhana. Berarti, uang telah melancarkan jalannya kegiatan perdagangan. Dengan demikian, uang berfungsi sebagai alat tukar (medium of exchange).

  • Sebagai Alat Satuan Hitung.

Yang dimaksudkan dengan satuan hitung (unit of account) adalah satuan ukuran yang menentukan besarnya nilai berbagai jenis barang. Nilai suatu barang dapat dinyatakan dengan harga barang tersebut. Dengan adanya harga maka dapat dibandingkan nilai berbagai macam barang berdasarkan harganya. Tanpa uang nilai sesuatu barang harus dinyatakan dengan membandingkan nilai pertukaran berbagai jenis barang lainnya. Misalnya, untuk menentukan nilai seekor sapi harus dinyatakan dengan banyaknya beras, ayam, kambing, atau berbagai jenis barang lainnya yang diperlukan untuk memperoleh sapi tersebut. Penggunaan uang sebagai alat satuan hitung memudahkan masyarakar menentukan nialai sesuatu barang dengan cara menentukan nilai tukar barang tersebut dengan berbagai jenis barang lainnya. Misalnya harga sepasang sepatu Rp 20.000,00, sepotong baju Rp 10.000,00, dan sekilo beras Rp 1.000,00. Maka masyarakat tidak perlu bersusah payah membandingkan bahwa satu pasang sepatu sama nilainya dengan dua potong baju, atau sama nilainya dengan 20 kg beras.

  • Sebagai Ukuran Pembayaran Masa Depan.

Transaksi-transaksi barang atau jasa banyak dilakukan dengan mengadakan pembayaran tertunda (kredit). Para pembeli memperoleh barang terlebih dahulu dan pembayarannya dilakukan pada masa yang akan datang. Pihak pembeli kredit percaya bahwa pihak penerima barang tersebut akan mengembalikan atau melunasi pinjamannya pada waktu tertentu. Fungsi tersebut dapat dijalankannya dengan baik, jika nilai uang stabil. Nilai uang dikatakan stabil apabila sejumlah uang yang dibelanjakan akan tetap memperoleh barang-barang yang sama banyak dan sama mutunya dari waktu ke waktu. Apabila syarat ini tidak terpenuhi, maka fungsi uang sebagai ukuran pembayaran masa depan (standard for deferred payment) tidak akan dapat dijalankan dengan sempurna. Ada kemungkinan orang lebih suka menerima pembayaran yang akan datang dalam bentuk barang atau menghindari tukar menukar dengan pembayaran masa depan. Keadaan seperti itu selalu terjadi pada waktu harga-harga barang mengalami kenaikan yang cepat dari waktu ke waktu (inflasi).

  • Sebagai Alat Penyimpan Kekayaan. Kekayaan seseorang dapat disimpan dalam bentuk uang. Dahulu, orang menyimpan kekayaan dalam bentuk barang, misalnya rumah, hewan peliharaan (sapi, kerbau, kambing, ayam), emas, atau barang-barang lainnya. Apabila harga-harga barang stabil, menyimpan kekayaan dalam bentuk uang lebih menguntungkan dibanding menyimpannya dalam bentu barang.

Di dalam perekonomian yang sudah maju, jenis uang yang terutama adalah uang giral (cek, giro). Uang jenis ini tidak memerlukan biaya penyimpanan dan mudah mengurusnya. Penyimpanan dan pengurusan uang tersebut bukan dilakukan oleh pemiliknya, tetapi oleh bank-bank umum yang menyimpan uang itu. Meskipun uang tersebut tidak di tangan pemiliknya, ia dapat mudah menggunakannya. Caranya dengan menuliskan di selembar cek yang menunjukkan jumlah uang yang harus dibayarkan dan kepada siapa pembayaran itu harus dilakukan.

Jenis kedua adalah uang kertas. Uang ini juga merupakan alat penyimpan kekayaan (store of value). Penyimpanannya tidak memerlukan biaya dan ruangan yang besar. Uang berfungsi sebagai alat penyimpan kekayaan yang lebih baik daripada menyimpan kekayaan berupa barang, jika nilai uang tidak mengalami perubahan yang berarti dari satu periode ke periode lainya. Apabila harga-harga selalu mengalami kenaikan yang pesat, nilai uang akan terus menerus mengalami kemerosotan. Maka, kekayaan yang berupa uang akan mengalami penurunan nilai jika dibandingkan dengan kekayaan yang berbentuk barang. Dalam keadaan demikian, uang bukanlah alat penyimpan kekayaan yang baik. Apabila keadaan seperti itu terjadi dalam perekonomian maka masyarakat akan beramai-ramai menggantikan kekayaan yang berupa uang menjadi kekayaan yang berbentuk barang, terutama berupa tanah, rumah, atau emas. Butir a dan b merupakan fungsi asli uang, sedangkan butir c dan d merupakan fungsi turunan uang.

Untuk melanjutkan pembahasan Sejarah Penggunaan Uang klik halaman 3 

Sejarah Penggunaan Uang

  1. Sistem Barter

Pada zaman purba, atau pada masyarakat yang masih sangat sederhana, orang belum biasa menggunakan uang. Perdagangan dilakukan dengan cara langsung menukarkan barang dengan barang, lazim disebut barter. Cara ini bisa berjalan selama tukar menukar masih terbatas pada beberapa jenis barang saja. Akan tetapi, dalam masyakarat yang lebih maju, yang sudah mengenal spesialisasi, cara pertukaran barter ini semakin tidak sesuai lagi. Di muka telah diterangkan tentang kesulitan-kesulitan di dalam perekonomian barter.

  1. Uang Barang.

Karena barter mengalami banyak kesulitan, maka dibutuhkan barang perantara yang dapat mempermudah pertukaran. Dengan kemajuan perdagangan, hampir dengan sendirinya timbul barang-barang yang disukai oleh setiap orang. Barang-barang tersebut mudah ditukarkan lagi dengan barang lain yang dibutuhkan. Dengan demikian barang tersebut berfungsi sebagai alat tukar menukar, sehingga dapat disebut uang. Oleh karena uang tersebut berupa barang, maka disebut uang barang. Bermacam-macam barang yang telah dipakai sebagai uang barang (commodity money) adalah kerang, ternak, batu intan, perhiasan, perkakas, the, beras dan tembakau. Uang barang memiliki kelemahan, yaitu sulit dibawa, disimpan atau dibagi-bagi.

  1. Logam Mulia.

Tukar menukar dengan bantuan barang perantara masih jauh dari memuaskan. Untuk itu maka orang mencari barang yang lebih praktis sebagai alat penukar. Yang paling banyak dipakai adalah logam mulia (khususnya emas dan perak). Jenis uang ini selama kurang lebih dua puluh lima abad merupakan mata uang yg paling banyak digunakan oleh berbagai negara. Emas dan perak mempunyai cirri-ciri yang diperlukan untuk menjadi uang yang baik. Ciri-ciri tersebut sebagai berikut; (1) Dapat digunakan sebagai perhiasan. (2) Emas maupun perak masing-masing mempunyai mutu yang sama. (3) Keduanya tidak mudah rusak, dan dapat dengan mudah dibagi-bagi / dipotong-potong apabila diperlukan. (4) Jumlahnya sangat terbatas dan untuk memperolehnya perlu biaya dan usaha. (5) Kedua barang itu sangat stabil nilainya, yaitu tidak berubah mutunya dalam jangka waktu panjang dan tidak mengalami kerusakan.

Semula potongan-potongan logam mulia setiap kali harus ditimbang dan ditentukan kadarnya untuk menentukan nilainya. Karena hal ini merepotkan, lambat laun para raja / penguasa setempat mulai menempa mata uang. Potongan-potongan logam mulia diberi bentuk tertentu (biasanya kepingan), diberi gambar (raja) atau cap resmi sebagai jaminan berat dan kadarnya, kemudian juga diberi angka yang menyatakan nilainya. Nilai bahan uang (emas atau perak yang termuat di dalamnya) disebut nilai intrinsic. Sedangkan angka yang dicap pada mata uang untuk menyatakan nilainya menunjukkan nilai nominal mata uang itu. Semula nilai nominal uang sama dengan nilai intrinsiknya (nilai fisik uang).

Uang yang terbuat dari emas dan perak telah mulai digunakan sejak abad ketujuh sebelum masehi. Sampai abad yang lalu mata uang emas dan perak merupakan uang yang paling penting dan paling banyak digunakan. Kemajuan ekonomi yang dicapai sesudah Revolusi Industri menyebabkan perdagangan berkembang pesat. Permintaan terhadap emas dan perak sebagai uang bertambah dengan sangat pesat pula. Maka kesulitan-kesulitan mulai timbul dalam menggunakan kedua logam tersebut sebagai uang.

Sebab-sebab utama dari kesulitan tersebut sebagai berikut;(1) Emas dan Perak Memerlukan Tempat Penyimpanan yang Agak Besar. Pada waktu transaksi belum begitu besar nilainya, penyimpanan uang (emas dan perak) belum menjadi masalah, karena belum memerlukan banyak ruangan. Kemajuan ekonomi diikuti pula oleh perkembangan perdagangan sehingga besarnya nilai transaksinya berlipat. (2) Emas dan Perak Merupakan Benda yang Berat. Dalam transaksi yang nilainya kecil hanya dibutuhkan sejumlah kecil mata uang emas dan perak. Berat benda tersebut belum menimbulkan kesulitan para pihak yang melakukan transaksi. Berhubung perekonomian bertambah maju, nilai transaksi meningkat berkali-kali lipat, sehingga perdagangan memerlukan mata uang emas dan perak yang banyak sekali jumlahnya. Hal ini menimbulkan masalah untuk membawanya dari satu tempat ke tempat lain.

(3) Emas dan Perak Sulit untuk Ditambah Jumlahnya. Dalam dua abad belakangan ini perdagangan berkembang sangat pesat, sedangkan pertambahan emas dan perak tidak secepat perkembangan perdagangan. Ketidakseimbangan ini dapat menghalangi perkembangan perdagangan, karena terhambat oleh kurangnya uang. Untuk pemakaian sehari-hari di pasar dibutuhkan uang kecil. Keperluan ini sulit dilayani oleh mata uang emas yang nilainya tinggi. Sebenarnya orang dapat menempa mata uang dengan kadar emas yang lebih rendah. Akan tetapi kebanyakan digunakan logam-logam lain (misalnya perunggu atau tembaga) untuk membuat uang kecil. Dengan demikian ada dua-tiga macam uang logam yang beredar sekaligus, dengan perbandingan nilai sesuai dengan nilai intrinsiknya masing-masing. Hal ini berlangsung sampai berabad-abad lamanya.

Kalau hanya satu jenis logam mulia dipakai sebagai dasar uang induk, dinamakan monometalisme (mono = tunggal, metal = logam). Kenyataannya banyak negara yang dahulu mempergunakan dua macam logam mulia sebagai bahan pembuat uang, yaitu emas dan perak. Ini disebut bi-metalisme (artinya dua logam). Perbandingan nilai antara uang emas dan perak ditetapkan dengan undang-undang. Misalnya 1 mata uang emas = 25 mata uang perak. Perbandingan nilai ini ditentukan berdasarkan perbandingan nilai bahan yang berlaku pada waktu itu.

Pemakaian dua macam logam (emas dan perak) dengan perbandingan tertentu yang ditetapkan dengan undang-undang ini menimbulkan persoalan. Sebab emas dan perak, disamping dipakai sebagai bahan pembuat mata uang, juga digunakan untuk tujuan-tujuan lain (seperti perhiasan) dan diperjualbelikan di pasaran bebas. Harganya di pasar dapat naik atau turun, sesuai dengan perkembangan permintaan dan penawaran, terutama harga perak tidak begitu stabil. Hal inilah yang menimbulkan persoalan.

Semula nilai nominal mata uang logam ditetapkan sesuai dengan nilai intrinsiknya. Jika harga (bahan) perak di pasar turun maka nilai intrinsic mata uang perak juga merosot. Padahal mata uang perak sudah ditempa dengan nilai nominal tertentu. Dengan perubahan harga perak di pasaran, terjadi perbedaan (selisih) antara nilai nominal mata uang perak dengan nilai intrinsiknya. Nilai adalah nilai yang sudah ditetapkan dengan undang-undang dan dicapkan pada mata uang. Nilai intrinsic adalah nilai perak bahan pembuat mata uang. Dengan demikian perbandingan nilai antara mata uang perak dan mata uang emas juga menjadi kacau. Misalnya semula perbandingan nilai emas dan perak 1 : 25. Dengan turunnya harga perak maka perbandingan nilai resmi (nominal) masih tetap 1 : 25, tetapi perbandingan nilai menurut harga pasar 1 : 30. Akibatnya, orang akan mempergunakan uang perak karena nilai intrinsiknya merosot. Misalnya untuk membayar pajak, melunasi utang dan membeli barang-barang. Sedangkan mata uang emas yang masih “utuh” nilainya ditahan dan bahkan hilang dari peredaran.

Hal seperti itu dialami di banyak negara, yang oleh Thomas Gresham (dinamakan Hukum Gresham) dirumuskan sebagai “Uang yang jelek menyingkirkan uang yang bagus”. (Bad money drives out good money). Yang dimaksud dengan bad money adalah uang yang nilai bahannya (nilai intrinsiknya) lebih rendah daripada nilai nominalnya, atau yang sudah rusak / cacat. Sedangkan good money adalah uang yang nilai intrinsiknya masih utuh, tidak berbeda dengan nilai nominalnya. Apabila suatu negara memakai uang emas dan uang perak sekaligus dengan perbandingan nilai yang ditetapkan dengan undang-undang berdasarkan nilai intrinsic, tetapi kemudian terjadi perubahan dalam perbandingan nilai nyata / riil maka Hukum Gresham mulai berlaku dan uang yang bagus akan menghilang dari peredaran.

Dengan demikian, tidak mungkin ada dua macam uang logam mulia beredar sekaligus dengan perbandingan nilai yang tetap (ditetapkan dengan undang-undang). Kecuali, jika salah satu dari keduanya diberi nilai (nominal) yang oleh pemerintah ditetapkan lepas dari nilai bahannya. Dengan kata lain, hanya ada satu macam logam mulia yang dipakai sebagai standar yang bernilai penuh, sedangkan mata uang lainnya tidak bernilai penuh. Uang yang nilai nominalnya lebih besar daripada nilai intrinsiknya itu disebut uang tanda (token money), yang pertama kali diresmikan di Inggris pada tahun 1816. Dalam hal ini pemerintah mengedarkan uang yang nilai resminya menyimpang (lebih tinggi) dari nilai bahannya. Dengan demikian nilai uang sudah tidak ditentukan oleh nilai bahannya, melainkan oleh angka yang tertera / dicap di atasnya (nilai nominalnya).

Masyarakat tetap mau menerima uang seperti itu karena pemerintah menjamin nilai buatan tersebut. Pemerintah bersedia menerima uang tanda tadi untuk pembayaran pajak, dan menjamin uang tanda dapat ditukarkan dengan uang standar yang bernilai penuh. Ketika uang tanda mulai diterima umum, pemerintah dan dunia perbankan juga mulai mengedarkan uang kertas (yang sama sekali tidak ada nilai intrinsiknya) untuk tujuan yang sama. Dengan demikian, kaitan antara nilai uang dan nilai bahannya lepas sama sekali.

  1. Uang Kertas

Penggunaan uang kertas sebagai alat perantaraan perdagangan berkembang sangat pesat lebih-lebih setelah bank-bank umum mengeluarkan uang kertas tanpa terlebih dahulu menerima emas dari para nasabahnya. Apabila di dalam perekonomian telah terjadi kebutuhan yang mendesak akan uang, maka bank-bank umum akan bersedia menyediakannya sampai pada suatu jumlah maksimum tertentu. Dengan demikian, setelah periode tersebut uang kertas yang beredar telah melebihi nilai emas yang disimpan oleh bank-bank umum.

Masyarakat masih tetap bersedia menggunakan uang kertas karena di atas uang kertas tersebut tertera janji bank umum. Isinya : apabila pemegangnya ingin menggantikan uang tersebut dengan emas, bank umum setiap waktu bersedia melakukannya. Jadi, emas yang ada di bank-bank umum (yang dipercayakan kepada bank-bank itu untuk disimpan) akan digunakan oleh bank-bank umum sebagai cadangan untuk mencetak lebih banyak uang kertas.

Di dalam keadaan politik dan perekonomian yang stabil para pemegang uang kertas tidak akan menukarkannya dengan uang. Oleh sebab itu, uang kertas yang diciptakan melebihi nilai emas yang disimpan, bank-bank umum akan selalu dapat memenuhi keinginan beberapa pemegang uang yang ingin menukarkannya dengan emas.        Dewasa ini kaitan antara emas dengan uang kertas sudah hampir lepas sama sekali. Uang kertas sudah tidak mewakili sejumlah emasdan menjadi alat tukar belaka  yang diterima umum.Oleh pemrintah uang kertas dinyatakan sebagai alat pembayar yang sah (legal tender ).Uang kertas yang sekarang  digunakan di berbagai negara  tidak  dikeluarkan oleh bank-bank umum,melainkan oleh Bank  Sentral.Bank Sentral adalah bank yang bertindak sebagai bank untuk bank –bank umum. Sekarang bank umum tidak diberi kekuasaan lagi oleh pemerintah untuk mengeluarkan uang kertas. Di Indonesia hanya ada satu bank yang berhak mengedarkan uang kertas, yaitu Bank Indonesia sebagai Bank Sentral.Bank yang diberi hak tunggal mengedarkan uang (kertas dan logam) disebut Bank Sirkulasi. Semua emas moneter,yang dijadikan sebagai jaminan keuangan, dipusatkan pada Bank Indonesia dan dipakai sebagai cadangan dan / atau untuk alat pembayaran internasional.

Selanjutnya Tentang Uang Giral, klik Halaman 4

  1. Uang Giral

Bank-bank umum sudah tidak mempunyai kekuasaan lagi untuk mengeluarkan uang kertas. Meskipun demikian, kekuasaannya untuk menciptakan uang tidak lenyap. Bahkan, sekarang ini kekuasaan bank-bank umum untuk menciptakan uang menjadi sangat besar. Kekuasaan itu harus dikendalikan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah, agar tidak menimbulkan akibat-akibat buruk terhadap perekonomian. Di negara-negara yang maju sistem keuangannya, bank-bank umum merupakan pencipta uang yang utama. Uang yang diciptakan oleh bank-bank umum dinamakan uang giral.

Apabila seseorang atau suatu perusahaan menitipkan uang di sebuah bank umum, dikatakan orang / perusahaan tersebut membuka rekening Koran pada bank tersebut. Dengan demikian, bentuk uangnya berubah, yaitu dari lembaran-lembaran uang kertas menjadi uang giral berupa catatan dalam buku-buku bank. Rekening bank ini tetap mempunyai sifat uang, karena orang dapat membayar pihak lain dengan uang itu. Hanya cara pembayaran menjadi lain. Pembayaran dilakukan dengan perantara surat yang disebut cek. Cek adalah surat perintah kepada bank untuk membayar sejumlah uang dari rekening Koran kepada orang yang disebutkan pada cek tersebut. Pihak yang menerima cek itu kemudian pergi ke bank untuk menguangkan cek tersebut (ditukarkan dengan uang).

Misalnya, PT Artomoro harus membayar utang kepada Pak Heru. PT Artomoro mempunyai rekening di Bank BNI. Untuk melunasi utangnya, PT Artomoro menulis sebuah cek yang diserahkan kepada Pak Heru. Dengan membawa cek tersebut Pak Heru pergi ke Bank BNI dan menerima uangnya. Dalam pembukuan bank, jumlah uang tersebut dipotong dari rekening PT Artomoro. Artinya, uang simpanan PT Artomoro di Bank BNI berkurang sejumlah yang dituliskan dalam cek tersebut.

Apabila kedua belah pihak, mempunyai rekening di bank maka pembayaran utang dapat diselesaikan dengan pemindahbukuan. Jumlah yang harus dibayar oleh PT Artomoro dikurangkan dari rekeningnya di Bank BNI dan ditambahkan pada rekening Pak Heru di bank tempat ia menyimpan uang (membuka rekening). Untuk itu dipergunakan surat yang disebut bilyet giro. Bilyet Giro adalah surat perintah membayar dengan jalan pemindahbukuan. Dalam hal ini pembayaran sudah sama sekali tidak lagi mempergunakan “mata uang” yang berwujud mata uang atau barang material.

Peranan Uang

Dalam masyarakat yang masih primitif belum terdapat pembagian kerja. Sedangkan pada tingkat masyarakat yang lebih maju atau masyarakat yang sudah melakukan tukar menukar, telah tampak adanya spesialisasi pekerjaan. Tidak seluruh kebutuhan harus diproduksikan oleh setiap individu, sebagaimana pada masyarakat primitif. Dengan adanya uang, memungkinkan terlaksananya pembagian kerja yang lebih sempurna seperti yang kita temui sekarang ini. Dalam masyarakat maju, hampir tidak ada seseorang yang menghasilkan suatu barang sejak proses produksi yang pertama hingga menjadi barang jadi. Tiap tahap proses produksi dikerjakan oleh orang atau bagian khusus. Pembagian kerja seperti itu (biasanya melalui sistem ban berjalan) akan mempermudah pekerjaan dan melipatgandakan hasil produksi. Adanya uang, yang berfungsi sebagai alat perantaraan untuk tukar menukar mempermudah terselenggaranya pembagian kerja. Terbukti, uang sangat berperanan dalam proses terciptanya spesialisasi pekerjaan. Jadi, peranan uang dalam perekonomian terutama dalam produksi dan pertukaran / konsumsi masyarakat.

Spesialisasi menyebabkan hasil produksi berlipat ganda. Hal ini dapat dibandingkan dengan keadaan ketika orang-orang masih melakukan beraneka ragam pekerjaan. Selain menciptakan spesialisasi, uang menentukan pula arah produksi, konsumsi dan kegiatan ekonomi. Apabila harga suatu barang meningkat, konsumen akan mengubah arah permintaannya terhadap barang-barang atau jasa yang masih dalam kesanggupan daya belinya. Produsen akan mengurangi produksi apabila permintaan menurun (karena adanya kenaikan harga), dan sebaliknya. Dengan demikian, arah produksi dan arah konsumsi cenderung mengikuti perubahan-perubahan daya beli uang.

Jika uang belum memegang peranan penting, arah produksi dan konsumsi pada umumnya tidak mengalami perubahan-perubahan yang besar untuk jangka waktu agak lama. Kenaikan harga barang-barang (inflasi), timbul karena digunakannya uang dalam masyarakat. Gejolak naik turunnya harga barang-barang tidak begitu besar dalam perekonomian barter. Hanya dalam perekonomian uang masalah inflasi atau deflasi timbul.

Permintaan Uang

  1. Teori Kuantitas (Klasik)

Teori Kuantitas (Quantity Theory) uang adalah teori ekonomi mengenai permintaan uang (demand for money). Teori kuantitas tergolong sangat tua namun masih memadai dengan keadaan saat ini. Teori kuantitas uang membahas penyebab utama terjadinya perubahan nilai uang atau tingkat harga.

Teori ini menyatakan bahwa perubahan nilai uang atau tingkat harga merupakan akibat adanya perubahan jumlah uang beredar. Seperti halnya benda-benda ekonomi lainnya (ingat, bahwa uang juga merupakan barang ekonomi), bertambahnya jumlah uang yang beredar dalam masyarakat akan mengakibatkan turunnya nilai mata uang. Menurunnya nilai uang sama artinya dengan naiknya tingkat harga. Menurut teori kuantitas uang, bertambahnya jumlah uang yang beredar cenderung mengakibatkan naiknya tingkat harga (inflasi), dan sebaliknya.

Teori kuantitas uang dikemukakan oleh Irving Fisher. Ia mengemukakan persamaan yang dinamakan persamaan pertukaran (equation of exchange) Persamaan pertukaran dinyatakan sebagai berikut:

MV = PT, dimana

M         =          jumlah uang beredar/penawaran uang (money suplly)

V          =          kecepatan peredaran uang (velocity circulation of moneya)

P          =          tingkat harga-harga (price level)

T          =          jumlah barang-barang dan jasa-jasa yang diperjual-belikan dalam satu tahun tertentu (transaction)

Di dalam persamaan tersebut, M sama dengan jumlah uang kertas, logam, dan uang giral yang beredar (terdapat) dalam perekonomian. Kecepatan peredaran uang (V) ditentukan berdasarkan berapa seringnya uang beredar yang terdapat dalam masyarakat berpindah tangan dalam satu tahun. Apabila setiap jenis uang secara rata-rata berpindah tangan sebanyak sepuluh kali dalam satu tahun, maka V adalah sepuluh.

Nilai P ditentukan berdasarkan indeks harga. Di dalam perekonomian terdapat banyak jenis barang dan harganya berbeda-beda pula. Dari waktu ke waktu harga-harga mengalami perubahan yang berbeda. Adalah tidak mungkin untuk menggambarkan semua keadaan ini dalam persamaan di atas. Untuk menunjukkan keadaan harga-harga dan perubahannya dari tahun ke tahun, digunakan indeks harga beserta perubahan-perubahannya. T menunjukkan jumlah barang-barang jadi dan barang-barang setengah jadi yang diperjualbelikan.

Perlu diingat bahwa PT tidak sama nilainya dengan pendapatan nasional. Penadapatan Nasional (BAB II) adalah nilai seluruh barang jadi yang dihasilkan oleh suatu negara dalam satu tahun tertentu. Nilai tersebut diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian tiap-tiap barang jadi dan jasa dengan harga-harganya.

Sedangkan PT adalah penjumlahanj hasil perkalian tiap-tiap barang yang termasuk pendapatan nasional dengan harga-harganya, ditambah dengan hasil perkalian tiap-tiap barang setengah jadi dengan harga-harganya. Singkatnya, PT meliputi pendapatan nasional ditambah nilai transaksi barang-barang setengah jadi. Berarti nilai PT lebih besar dari pendapatan nasional. Dalam teori kuantitas diasumsikan (dianggap) bahwa kecepatan peredaran uang adalah tetap; dan penggunaan tenaga kerja penuh (fullemployment) sudah tercapai.

Berdasarkan asumsi tersebut maka dalam persamaan MV = PT, besarnya faktor V dan T adalah tetap (konstan). T dianggap tetap karena pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh, pendapatan nasional tidak dapat ditambah lagi. Jumlah barang-barang yang diperjualbelikan (ditransaksikan) pun tidak mengalami perubahan. Setiap perubahan jumlah uang beredar (M) akan menimbulkan perubahan yang sama tingkatnya terhadap harga-harag (P).

Ahli-ahli ekonomi Klasik berpendapat bahwa kecepatan peredaran uang (V) adalah tetap. Mereka beranggapan bahwa jumlah uang beredar dan pertambahannya tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap kecepatan peredaran uang. Menurut mereka kecepatan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis. Faktor-faktor tersebut antara lain sistem pembayaran gaji dalam masyarakat, kebiasaaan masyarakat dalam melakukan perdagangan, efisienai sistem pengangkutan, dan kepadatan penduduk.

Kesimpulan teori kuantitas uang oleh Irving Fisher yaitu perubahan jumlah uang beredar akan menimbulkan perubahan yang sama besarnya terhadap harga-harga, dan dalam arah yang bersamaan. Maksudnya, bila uang beredar bertambah sebanyak 5%, maka tingkat harga-harga juga akan bertambah (inflasi) sebanyak 5%, dan sebaliknya.

  1. Teori Keynes

Kritik Keynes Terhadap Teori Kuantitas. John Maynard Keynes mengajukan kritik terhadap teori para ahli ekonomi Klasik atas pandangan mereka mengenai pengaruh uang terhadap harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi. Teori kuantitas menyatakan bahwa : (a) perubahan jumlah uang beredar akan menimbulkan perubahan yang sama tingkatnya terhadap harga-harga; (b) perubahan jumlah uang beredar tidak akan menimbulkan perubahan terhadap penadapatan nasional.

Keynes mengkritik teori dengan mengajukan pendapatan mengenai korelasi antara uang yang beredar dengan harga-harga, sebagai berikut; (a) Keynes sependapat bahwa pertambahan jumlah uang beredar dapat menaikkan harga-harga. Sekalipun demikian, kenaikan harga-harga tidak selalu sebanding dengan kenaikan jumlah uang beredar. Oleh karena itu, kenaikan jumlah uang beredar tidak selalu menimbulkan perubahan terhadap harga-harga. Dalam perekonomian yang menghadapi masalah pengangguran serius, pertambahan jumlah uang beredar tidak akan mempengaruhi harga-harga. (b) Kenaikan harga-harga dipengaruhi oleh kenaikan jumlah uang beredar maupun kenaikan biaya produksi. Meskipun jumlah uang beredar tidak mengalami perubahan, tetapi apabila biaya produksi bertambah tinggi, akan terjadi kenaikan harga-harga.

Para ahli ekonomi Klasik berpendapat bahwa perekonomian selalu mencapai penggunaan tenaga kerja penuh, dan pertambahan jumlah uang beredar tidak dapat menaikkan produksi. Dalam teori Keynes tidak digunakan asumsi bahwa perekonomia selalu mencapai penggunaan tenaga kerja penuh. Oleh karena itu, Keynes berpendapat bahwa pertambahan jumlah uang beredar akan menaikkan pendapatan nasional.

Motif Memegang Uang. Menurut Keynes, motif (alasan) masyarakat memegang uang adalah sebagai berikut: (1) Motif Transaksi (Transaction Motive). Di dalam perekonomian moderndengan tingkat spesialisasi yang tinggi, uang sangat diperlukan. Spesialisasi yaitu keadaan setiap orang telah dapat mengkhususkan diri pada pekerjaan yang ia sukai dan sesuai keahliannya. Setiap orang yang bekerja ingin memperoleh upah atau uang untuk membeli (transaksi) barang-barang kebutuhannya. Jumlah permintaan uang untuk tujuan transaksi tergantung pada besarnya pendapatan. Semakin tinggi pendapatan seseorang semakin banyak jumlah uang yang digunakan untuk melakukan transaksi. (2) Motif Berjaga-jaga (Precautionary Motive). Oleh masyarakat, uang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masa depan yang tidak dapat diduga sebelumnya. Hal-hal yang tak terduga, misalnya anggota keluarga yang sakit atau kedatangan tamu dari luar kota. Untuk menghadapi keperluan semacam itu masyarakatmerasa perlu memegang uang untuk keperluan berjaga-jaga. Besarnya uang yang disimpan untuk berjaga-jaga juga ditentukan oleh besarnya pendapatan.

(3) Motif Spekulasi (Speculative Motive). Spekulasi berarti membuat pilihan dengan harapan mendapatkan hasil yang tinggi. Contohnya membeli surat-surat berharga obligasi dan saham perusahaan. Faktor yang menentukan dalam melakukan pilihan ini adalah hasil yang akan diperoleh dari pemilikan surat-surat berharga tersebut. Para pemegang uang akan bersedia memiliki surat-surat berharga apabila surat berharga tersebut memberikan tingkat pendapatan yang tinggi. Jika tidak, niscaya mereka akan lebih suka memegang uang. Dengan demikian permintaan uang untuk tujuan spekulasi ditentukan oleh tingkat bunga.

REFERENSI:



Boediono, Dr. 1985. Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFE.

Irawan dan Siparmoko, M. 1981. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.

Hatta, Mohammad, Dr. 1971. Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun. Jakarta: PKPN.

Mubyanto. 1988. Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Sadono, Sukirno. 1981. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Bina Grafika.

Samuelson, Paul A. 1991. Ekonomi 1. Jakarta: Erlangga.

---------. 1991. Ekonomi 2. Jakarta: Erlangga.

No comments:

Post a Comment