Isu wajib militer merebak di masyarakat, tetapi bela negar beda dengan wajib militer, demikian kata pak DPR. Selengkapnya saya googling, dan nemu artikel di nasional.kompas, berikut
Rencana perekrutan 100 juta personel bela negara dalam 10 tahun ke depan yang digagas Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dipandang positif. Namun, harus dibedakan pemahaman antara bela negara dengan wajib militer. (baca: Menhan Targetkan Rekrut 100 Juta Kader Bela Negara)
"Ini bukan wajib militer," kata anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra di Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015) malam.
Ia menjelaskan, konsep dasar bela negara merupakan latihan keprajuritan. Setiap warga yang mengikuti pelatihan itu akan ditanamkan rasa patriotisme, cinta Tanah Air, dan latihan baris berbaris.
"Kemudian dilatih kedisiplinan, soliditas, dan diajarkan kebersamaan," ujarnya.
Sementara, wajib militer merupakan pelatihan yang diberikan negara kepada warganya untuk persiapan perang. Dalam pelatihan ini, titik berat latihan yang diberikan yakni taktik dan teknik bertempur dengan latihan dasar keprajuritan. (baca: Menko Plhukam Akan Koreksi Program Bela Negara)
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengapresiasi ide Ryamizard tersebut. Menurut dia, jika melihat munculnya berbagai ancaman baik tradisional maupun nontradisional, kebutuhan atas pelatihan bela negara diperlukan.
"Ide yang baik ini sayang kalau kemudiam disalahpahami sebatas dengan konsep wajib militer," ujarnya.
Hanafi menyarankan, sebaiknya ada kurikulum bela negara baik itu yang bersifat umum maupun khusus. Untuk yang bersifat umum, penanaman doktrin wawasan nusantara cara pengambilan keputusan strategis dapat menjadi salah satu fokusnya.
"Sementara yang bersifat khusus dapat terkait sesuai profesi yang menjadi latar belakang peserta bela negara," ujar Hanafi.
Ia juga menyarankan agar konsep bela negara dapat diperkaya dengan program "Peace Corps" ala Amerika Serikat. Sehingga, bela negara tak hanya berorientasi pada pertahanan dan keamanan, tetapi juga mempunyai relevansi untuk keperluan pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat.
Sementara itu, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko mengatakan, sistem pertahanan negara dibangun secara dini. Sistem itu menganut tiga lapis, TNI sebagai komponen utama, dibantu dengan komponen cadangan dan komponen pendukung.
"Untuk kesiapan komponen cadangan dan komponen pendukung maka dibutuhkan upaya-upaya memberikan kesadaran bela negara kepada seluruh rakyat Indonesia. Jadi, apa yang dilakukan Presiden adalah suatu yang sudah tepat," kata dia, pada diskusi 'Operasi Militer Selain Perang: Sumber atau Solusi Masalah?' di Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015).
Rencana perekrutan 100 juta personel bela negara dalam 10 tahun ke depan yang digagas Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dipandang positif. Namun, harus dibedakan pemahaman antara bela negara dengan wajib militer. (baca: Menhan Targetkan Rekrut 100 Juta Kader Bela Negara)
"Ini bukan wajib militer," kata anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra di Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015) malam.
Ia menjelaskan, konsep dasar bela negara merupakan latihan keprajuritan. Setiap warga yang mengikuti pelatihan itu akan ditanamkan rasa patriotisme, cinta Tanah Air, dan latihan baris berbaris.
"Kemudian dilatih kedisiplinan, soliditas, dan diajarkan kebersamaan," ujarnya.
Sementara, wajib militer merupakan pelatihan yang diberikan negara kepada warganya untuk persiapan perang. Dalam pelatihan ini, titik berat latihan yang diberikan yakni taktik dan teknik bertempur dengan latihan dasar keprajuritan. (baca: Menko Plhukam Akan Koreksi Program Bela Negara)
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengapresiasi ide Ryamizard tersebut. Menurut dia, jika melihat munculnya berbagai ancaman baik tradisional maupun nontradisional, kebutuhan atas pelatihan bela negara diperlukan.
"Ide yang baik ini sayang kalau kemudiam disalahpahami sebatas dengan konsep wajib militer," ujarnya.
Hanafi menyarankan, sebaiknya ada kurikulum bela negara baik itu yang bersifat umum maupun khusus. Untuk yang bersifat umum, penanaman doktrin wawasan nusantara cara pengambilan keputusan strategis dapat menjadi salah satu fokusnya.
"Sementara yang bersifat khusus dapat terkait sesuai profesi yang menjadi latar belakang peserta bela negara," ujar Hanafi.
Ia juga menyarankan agar konsep bela negara dapat diperkaya dengan program "Peace Corps" ala Amerika Serikat. Sehingga, bela negara tak hanya berorientasi pada pertahanan dan keamanan, tetapi juga mempunyai relevansi untuk keperluan pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat.
Sementara itu, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko mengatakan, sistem pertahanan negara dibangun secara dini. Sistem itu menganut tiga lapis, TNI sebagai komponen utama, dibantu dengan komponen cadangan dan komponen pendukung.
"Untuk kesiapan komponen cadangan dan komponen pendukung maka dibutuhkan upaya-upaya memberikan kesadaran bela negara kepada seluruh rakyat Indonesia. Jadi, apa yang dilakukan Presiden adalah suatu yang sudah tepat," kata dia, pada diskusi 'Operasi Militer Selain Perang: Sumber atau Solusi Masalah?' di Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015).
No comments:
Post a Comment